JURNAL HADITS IBNU ‘ABBAS BAHWA NABI SAW MINUM AIR ZAMZAM SAMBIL BERDIRI

HADITS IBNU ABBAS BAHWA NABI SAW  MINUM AIR ZAMZAM SAMBIL BERDIRI

Oleh kelompok 9:

Mayang Alfiyatusya’diyyah, M.Alwan Al Rasyid, Siti Suaebah

Program Studi PAI Semester III

E-mail: staisukabumi.ac.id

 

ABSTRAK

Nabi Muhammad SAW merupakan suri tauladan yang baik bagi umat manusia. Beliau banyak mencontohkan hal-hal yang baik dan perilaku yang beradab. Sebagai seorang muslim, kita wajib meneladani dan mencontoh sikap dan sifat Rasulullah SAW. Adab yang baik tidak hanya beliau contohkan dalam hal beribadah saja, melainkan dengan perilaku sehari-harinya juga, bahkan dalam hal sekecil apapun. Seperti dalam hal makan dan minum. Telah kita ketahui bahwa makan dan minum sambil berdiri merupakan salah satu larangan Rasulullah SAW. Seperti yang dikatakan Anas bin Malik Radiallahu’anhu, “Nabi shalallahu ‘alaiahi wasallam sungguh melarang dari minum sambil berdiri”. Karena dari dapat mengakibatkan dampak yang buruk terhadap kesehatan. Adapaun ketika Rasulullah pada saat itu minum air zam-zam sambil berdiri dikarenakan karena keadaan darurat. Hal tersebut dapat kita jadikan ibrah atau pelajaran bahwa sebaiknya ketika makan dan minum hendaknya kita untuk mmeperhatikan adab atau aturan yang telah disyari’atkan oleh Rasulullah SAW.

 

 

Kata Kunci: Hadits, Cara minum.


 

A.    Pendahuluan

          Air Zamzam adalah karunia terbesar dan tanda yang paling mengagumkan di antara tanda-tanda kekuasaaan Allah lainnya yang begitu nyata yang berada di Baitullah dan Masjidil Haram. Zamzam termasuk peninggalan yang paling berharga yang dapat disaksikan di sana. Hal tersebut merupakan awal dari “buah” yang dianugerahkan Allah SWT. Kepada nabi-Nya, Ibrahim al-Khalil as. Ketika ia berdo’a,”Oh Tuhan kami, aku menempatkan keturunanku di sebuah lembah yang tidak memiliki pepohonna, di sisi rumah-Mu yang mulia. Oh Tuhan kami, jadikan agar mereka mau mendirikan shalat, jadikan agar perhatian orang-orang tertuju kepada mereka, dan berilah mereka rezeki, berupa buah-buahan supaya mereka bersyukur.” (QS.Ibrahim:37). Zamzam merupakan air minum yang menjadi penolong bagi putra al-Khalil, Ismail as. Inilah air yang diberkahi. Air yang dikhususkan bagi Nabi junjungan kita, Muhammad saw. Air yang kemunculannyua melalui perantara al-Amiin, Jibril as. Yang berada di tempat yang paling suci dan paling diberkahi.

 

B.     Pembahasan

حَدَّثَنَا اَحْمَدُ بْنُ مَنِيْعٍ, قَالَ: حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ, قَالَ: حَدَّثَنَا عَا صِمٌ الاَحْوَلُ, وَمُغِيْرَةٌ عَنِ الشَّعْبِيِّ

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَرِبَ مِنْ زَمْزَمَ وَهُوَ قَائِمٌ.

(رواه البخارى ومسلم)

Artinya: “Ahmad bin Mani’ bercerita kepada kami, ia berkata: Husyaim bercerita kepada kami, ia berkata: Ashim Al-Ahwal dan Mughirah becerita kepada kami, dari Asy-Sya’bi, dari Ibnu Abbas, “Nabi SAW pernah meminum air zam-zam dengan berdiri.” (HR. Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim).

وَحَدَّثَنَا اَبُوْ كَامِلٍ الجَحْدَرِيُّ حَدَّثَنَا اَبُوْ عَوَانَةَ عَنْ عَاصِمٍ عَن الشَّعْبِيِّ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ سَقَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ زَمْزَّمَ فَشَرِبَ فَهُوَ قَائِمٌ

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Kamil Al-Jahdari, telah menceritakan kepada kami Abu ‘Awanah dari ‘Ashim dari Asy-Sya’bi dari Ibnu Abbas ia berkata: “Aku member minum dari air zamzam kepada Rasulullah, lalu beliau minum sambil berdiri.[1]

وَحَدَثَنَا مُحَمَدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ نُمَيْرٍ حدثنا سُفْيَانُ عَنْ عَاصِمٍ عَنِ الشَعْبِيِ عَنِ ابْنِ عَباسٍ اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَرِبَ مِنْ زَمْزَمَ مِنْ دَلْوٍمِنْهَا وَهُوَ قَائِمٌ

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah bin Numair, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari ‘Ashim dari Asy-Sya’bi dari Ibnu Abbas bahwa Nabi shallallahu’alaihi wasallam minum air Zamzam dari gayungnya sambil berdiri.

 

وَحَدَّ ثَناَ سُرَيْجُ بْنُ يُوْنُسَ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ أَخْبَرَ نَا عَاصِمٌ اْلاَحْوَالُ وَحَدَّثَنِيْ يَعْقُوْبُ الدَّوْ رَقِيُ وَأِسمَعِيْلُ يْنُ سَالِمِ قَالَ أِسْمَعِيْلُ أَحْبَرَنَا وَقَال يَعْقُوْبُ حَدَّ ثَنَا هُشَيْمٌ حَدَّ ثَنَا عَا صِمٌ الاًحْوَالُ وَمُغِيْرَةُ عَنْ الشَعْبِيِّ عَنْ اِبْنِ عَبَّاسِ أَنَّ رَسُوْ لُ اللّهِ صَلَىّ اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ شَرِبَ مِنْ زَمْزَمَ وَهُوَ قَائِمٌ

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Suraij bin Yunus, telah menceritakan kepada kami Husyaim, telah mengabarkan kepada kami ‘Ashim Al ahwal, demikian juga telah diriwayatkan dari jalur yang lain, dan telah menceritakan kepadaku Ya’qub Ad-Dauraqi dan Isma’il bin Salim, Isma’il berkata; Telah mengabarkan kepada kami, sedangkan Ya’qub berkata; Telah menceritakan kepada kami Husyaim, telah menceritakan kepada kami ‘Ashim Al- ahwal dan Mughirah dari Asy-Sya’by dari Ibnu ‘Abbas; Bahwa Rasulullah SAW minum dari air Zamzam sambil berdiri.”[2]

وَحَدَثَنِيْ عُبَيْدُاللَّهِ بْنُ مُعَاذِ حَدّ ثَنَا أَبِيْ حَدَّ ثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَا صِمِ سَمِعَ الشَعْبِيَ سَمِعَ ابْنَ عَبَّاسِ قَالَ سَقَيْتُ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلىَّ اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ زَمْزَمَ فَشَرِبَ قَائِمَا وَاسْتَسقَئ وَهُوَ عِنْدَالْبَيْتِ وَحَدَّ ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَارِ حَدَّ ثَنَا مُحَمَّدُبْنُ جَعْفَارِ وَحَدَّثَنِيْ مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنّىَ حَدَّ ثَنَا وَهْبُ بنُ جَرِيْرِ كِلَا هُمَا عَنْ شُعْبَةَ بِهَذَالاٍسْنَا دِ وَفِيْ حَدِ يْثِهِيْمَا فَأَتَيْتُهُ بِدَلْوِ.

Artinya: “Telah menceritakan kepadaku ‘Ubaidullah bin Mu’tadz; Telah menceritakan kepada kami bapakku; Telah meneceritakan kepada kami Syu’bah dari ‘Ashim, dia mendengar dari Asy-Sya’bi, dia mendengar Ibnu ‘Abbas berkata; Aku member minum Rasulullah SAW dari air Zamzam, lalu beliau minum sambil berdiri. Waktu itu beliau meminta air ketika beliau berada disamping Baitullah (ka’bah). Telah menceritakannya kepada kami Muhammad bin Basyar; Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far; Demikian juga telah diriwayatkan dari jalur yang lain; Dan telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Al-Mutsanna; Telah menceritakan kepada kami wahb bin jarir keduanya dari Syu’bah dengan sanad ini. Namun dalam hadits keduanya disebutkan kalimat; lalu aku membawakan gayung untuk beliau.”

Dan dalam hadits yang diriwayatkan Imam Al-Bukhari dari Ali r.a:

 

اِنَّ نَاسًا يَكْرَهُوْنَ الشُّرْبَ قِيَامًا وَاِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَنَعَ مِثْلُ مَا صَنَعْتُ

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang ada yang tidak suka minum sambil berdiri, dan sesungguhnya Nabi Sallahu’alaihi wasallam sambil berdiri sebagimana aku melakukannya sekarang.”[3]

Dan hadits Ali ini diriwayatakan dalam sebuah atsar bahwa yang diminum adalah air Zamzam, sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits Ibnu Abbas ra, ini adalah ketika haji, dan manusia disana sedang thawaf dan mereka minum air zamzam, mereka meminta minum dan ketika itu tidak ada tempat duduk, dan kejadian ini beberapa saat sebelum Rasulullah SAW wafat. Ini adalah pengecualian dari larangan minum sambil berdiri, dan ini merupakan kondisi syariat: “Bahwasanya sesuatu yang dilarang diperbolehkan ketika diperlukan. Bahkan yang lebih dari ini, yaitu sesuatu yang diharamkan seperti makan bangkai dan minum darah diperbolehkan ketika darurat.”

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: سَقَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ زَمْزَمَ فَشَرِبَ قَائِمًا وَاسْتَسْقَى

وَهُوَ عِنْدَالْبَيْتِ. (رواه مسلم)

Artinya: “Dari Ibnu ‘Abbas RA, ia berkata, “aku memberi minum air zamzam untuk Rasulullah SAW lalu beliau meminumnya sambil berdiri, dan beliau meminta minum ketika berada di baitullah.” (HR Imam Muslim). [4]

وَعَنْهُ رَضِيَ الله عَنْهُمَا قَالَ سَقَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ زَمْزَم فَشَرِبَ وَهُوَ قَائِمًاَ(رواه البخارى)

Artinya: “ Diriwayatkan dari Ibnu Abas r.a. Aku memberi air Zamzam kepada Rasulullah SAW dan Rasulullah SAW meminumnya sambil berdiri.” (HR. Imam Al-Bukhari). [5]

Dalam hadits ini dijelaskan bahwa Nabi SAW meminum air zam-zam dengan berdiri. Akan tetapi, hal ini tampak kontradiktif dengan kebiasaan beliau yang minum sambil duduk. Oleh karenanya, dapat disimpulkan bahwa penyebab beliau minum air zam-zam sambil berdiri adalah karena kondisi tertentu yang menuntut beliau melakukan hal tersebut. [6]

Mengenai hal ini, Ibnu Qayyim dalam Zadul Ma’ad berkata: “salah satu teladan yang diberikan oleh Rasulullah SAW adalah minum dengan duduk. Demikianlah kebiasaan beliau”. Terdapat dalil shahih yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW melarang minum sambil berdiri dan beliau memerintahkan seseorang yang minum sambil berdiri memuntahkan apa yang diminumnya.namun didapatkan pula dalil shahih yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW minum sambil berdiri. Ada juga yang berpendapat bahwa boleh minum sambil berdiri ketika ada hajat yang memaksa seseorang monum sambil berdiri. Contohnya, ketika dalam keadaan berdesak-desakan seperti yang terjadi di sekitar sumur Zamzam, namun apabila tidak ada sesuatu yang memaksa seseorang minum sambil berdiri, maka hukumnya makruh.[7]

Berbeda dengan makan, nampaknya minum sambil berdiri tidak sampai batas haram karena di hadits lain para sahabat melakukannya dan tidak dilarang oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wasaalam. Bahkan Rasulullahpun pernah dalam melaksanakn haji minum air Zamzam sambil berdiri. Hal tersebut dilakukannya karena kondisi yang sulit untuk minum sambil berdiri.

Hadits yang melarang minum sambil berdiri, seperti:

 

اَنَّ النَّبِيَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ الشُّرْبِ قَا ئِمًا

Artinya: “Bahwasanya Nabi Shallahu’aiali wasallam melarang minum sambil berdiri.”

Dan dari Qatadah dari Anas RA:

اَنَّ النَّبِيَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَجَرَعَنِ الشُّرْبِ قَائِمًا

Artinya: “Bahwasanya Nabi Shallahu’aiali wasallam melarang minum sambil berdiri.” [8]

                         Rasulullah saw. Bersabda:

     لَوْيَعْلَمُ الَّذِيْ يَشْرَبُ وَهُوَ قَائِمٌ مَافِيْ بَطْنِهِ لاَسْتَسْقَا

Artinya: Andai Saja orang yang minum sambil berdiri itu mengetahui apa yang ada di perutnya niscaya ia memuntahkannya”.

                                    Mengenai hal ini, terdapat tiga pendapat ulama, yaitu:

1.      Dalil yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW minum sambil berdiri menasakh larangan sebelumnya.

2.      Dalil yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW minum sambil berdiri justru menjadi penjelas bahwa larangan sebelumnya tidak mengandung sifat pengharaman. Akan tetapi, meninggalkannya lebih dianjurkan.

3.      Dalil-dalil tersebut tidak dianggap kontradiktif dengan memahami bahwa Rasulullah SAW melakukan hal tersebut karena kondisi yang menuntut demikian. [9]

Jika dilihat dari situasinya, terdapat sekumpulan orang yang sedang mengmbil air dari sumur zam-zam, kemudian salah seorang sahabat mengambilkan satu ember air dan memberikannya kepada Rasulullah SAW. Sehingga beliau pun segera meminumnya sambil berdiri. Hal ini beliau lakukan karena kondisi yang menuntut demikian.

حَدَّثَنَا ابْنُ اَبِي عُمَرَ, قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ, عَنْ يَزِيْدَبْنِ جَابِرٍ, عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ اَبِي عَمْرَةَ,

 عَنْ جَدَّتِهِ كَبْشَةَ, قَالَتْ: دَخَلَ عَلَيَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَشَرِبَ مِنْ فِي قِرْبَةِ مُعَلَّقَةٍ

 قَائِمًا فَقُمْتُ اِلَى فِيْهَا فَقَطَعْتُهُ.

Artinya: “Ibnu Abi Umar bercerita kepada kami, ia berkata: Sufyan bercerita kepada kami, dari Yazid bin Jabir, dari Abdurrahman bin Abi Amrah, dari kakeknya Kabsyah, ia berkata: “Suatu ketika Nabi SAW berkunjung ke rumahku, kemudian beliau minum dari qirbah yang tergantung sambil berdiri. Kemudian akupun segera berdiri dan memotong ujung qirbah tersebut.” )HR. Imam At-Tirmidzi)

Hadits ini menjelaskan bahwa Rasulullah SAW minum dari qirbah yang tergantung. “Al-Qirbah” adalah sebuah kantung yang terbuat dari kulit binatang yang biasa digunakan untuk menyimpan air. Dari konteks hadits ini diketahui bahwa Rasulullah SAW minum dari qirbah sambil berdiri dikarena kondisi yang menuntut demikian, yakni qirbah tersebut tergantung. Sehingga tidak memungkinkan beliau untuk meminumnya sambil duduk.

Kemudian kata “Faqumtu ila fihaa faqata’tuhu” berarti kemudian Kabsyah segera berdiri dan memotong bagian ujung qirbah tersebut setelah Rasulullah SAW selesai minum. Dalam konteks ini, Kabsyah Al-Anshariah bermaksud melakukan tabaruk pada bekas minum Nabi SAW. Sebagaimana telah diketahui bahwa para sahabat sering bertabaruk dengan ludah, keringat, dan barang-barang peninggalan Nabi SAW.  [10]

                   Dan diriwayatkan dari Annas Ibn Malik :

أَنَّ النَّبِيَّ صَلىَّ اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَمُ كاَنَ اِذَا شَرِبَ تَنَفَّسَ ثَلاَثَ وَقالَ هُوَ أَهْنأُ وَأمْرَأُ وَأبْرَأُ

Artinya: “Rasulullah SAW. Apabila minum, beliau bernafas (menghirup udara di luar bejana) tiga kali seraya bersabda, hal itu lebih menyegarkan, lebih enak dan lebih menyehatkan”.

Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata, “Larangan bernafas di dalam bejana (gelas) dan keterangan bolehnya bernafas jika di luar gelas. Yang pertama diambil dari zahir larangan, sedangkan yang kedua dengan taqdir (perkiraan) ia bernafas pada saat minum dari gelas.”[11]

 

SIMPULAN

Hadits ini menjelaskan bahwa Rasulullah SAW minum dari qirbah yang tergantung. “Al-Qirbah” adalah sebuah kantung yang terbuat dari kulit binatang yang biasa digunakan untuk menyimpan air. Dari konteks hadits ini diketahui bahwa Rasulullah SAW minum dari qirbah sambil berdiri dikarena kondisi yang menuntut demikian, yakni qirbah tersebut tergantung. Sehingga tidak memungkinkan beliau untuk meminumnya sambil duduk. Mengenai hal ini, Ibnu Qayyim dalam Zadul Ma’ad berkata: “Salah satu teladan yang diberikan oleh Rasulullah SAW adalah minum dengan duduk. Demikianlah kebiasaan beliau.”

            Mengenai hal ini, terdapat tiga pendapat ulama, yaitu:

1.      Dalil yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW minum sambil berdiri menasakh larangan sebelumnya.

2.      Dalil yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW minum sambil berdiri justru menjadi penjelas bahwa larangan sebelumnya tidak mengandung sifat pengharaman. Akan tetapi, meninggalkannya lebih dianjurkan.

3.      Dalil-dalil tersebut tidak dianggap kontradiktif dengan memahami bahwa Rasulullah SAW melakukan hal tersebut karena kondisi yang menuntut demikian.

Jika dilihat dari situasinya, terdapat sekumpulan orang yang sedang mengmbil air dari sumur zam-zam, kemudian salah seorang sahabat mengambilkan satu ember air dan memberikannya kepada Rasulullah SAW. Sehingga beliau pun segera meminumnya sambil berdiri.

 

 

 

SARAN

Penulis tentunya masih menyadari jika jurnal diatas masih terdapat banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan  memperbaiki jurnal tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari semua pembaca.

 

 


 

DAFTAR PUSTAKA

Abdul aziz Asy-syalhub, Fuad. 2008. Ringkasan Kitab Adab. Jakarta: PT.

Darul Falah.

Abdul Qadir Jawas,Yazid. 2017  Amalan Sunnah Setahun Menurut Al-

Qur’an dan Hadits. Depok: Pustaka Khazanah Fawa’id.

Aid al-qarni, Dr. 2006  Cahaya Zamzam. Jakarta: Al-Qalam.

Al-Munzin, Imam. 2017. Mukhtashar Shahih Muslim. Jakarta: Ummul

Qura.

At-Tirmidzi, Imam. 2014. Asy-Syamailiul Muhammadiyyah Pribadi dan

Budi Pekerti Rasulullah SAW. Bandung: Penerbit Diponegoro.

Az-zabidi, Imam. 2008.  Ringkasan Shahih Bukhari. Bandung: PT. Mizan

Pustaka,

 



[1] Muhammad Vandestra, Kitab Shahih Bukhari dan Muslim Edisi Bahasa Indonesia. Dragon Promedia. Hal 1998

[2] Muhammad Vandestra, Kitab Shahih Bukhari dan Muslim Edisi Bahasa Indonesia. Dragon Promedia. Hal 1999.

 

[3] Fuad bin Abdul aziz Asy-syalhub. Ringkasan Kitab Adab. Jakarta: PT. Darul Falah. 2008. Hal: 228

[4] Al-Munzin, Imam, Mukhtashar Shahih Muslim. Jakarta: Ummul Qura, 2017. Hal: 631

[5] Imam Az-zabidi. Ringkasan Shahih Bukhari. Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2008. Hal: 329

[6] At-Tirmidzi, Imam. Asy-Syamailiul Muhammadiyyah Pribadi dan Budi Pekerti Rasulullah SAW. Bandung: Penerbit Diponegoro, 2014. Hal. 287.

[7] DR. aid al-qarni. Cahaya Zamzam. Jakarta: Al-Qalam. 2006. Hal:167

[8] Fuad bin Abdul aziz Asy-syalhub. Ringkasan Kitab Adab. Jakarta: PT. Darul Falah. 2008. Hal: 227

[9] At-Tirmidzi, Imam. Asy-Syamailiul Muhammadiyyah Pribadi dan Budi Pekerti Rasulullah SAW. Bandung: Penerbit Diponegoro, 2014. Hal. 288

[10] At-Tirmidzi, Imam. Asy-Syamailiul Muhammadiyyah Pribadi dan Budi Pekerti Rasulullah SAW. Bandung: Penerbit Diponegoro, 2014. Hal. 292

[11] Yazid Bin Abdul Qadir Jawas. Amalan Sunnah Setahun Menurut Al-Qur’an dan Hadits. Depok: Pustaka Khazanah Fawa’id. 2017, Hal: 405.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

JURNAL TAFSIR QS. AL-BAQARAH [2]:171-173

Review Buku : Jangan Jadi Orang Tua Durhaka